Pensiun, Stres dan Bahagia

Manusia tidak lepas dari aktivitas bekerja. Ada orang yang bekerja untuk mencari uang, ada yang bekerja untuk mengisi waktu luang, ada juga yang bekerja untuk mencari identitas, dan sebagainya. Bila ditelusuri lebih jauh lagi, sebuah pekerjaan lebih berkaitan dengan kebutuhan psikologis seseorang dan bukan hanya berkaitan dengan kebutuhan materi semata. Secara materi, seseorang dapat memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya dengan bekerja. Namun secara psikologis, bekerja bertujuan untuk memenuhi rasa identitas, status, ataupun fungsi sosialnya.

Seiring bertambahnya usia, kondisi fisik untuk bekerja semakin terbatas. Selain itu, tingkat kepuasan kerja pada orang dewasa dengan orang yang dewasa akhir juga berbeda. Bagi pria lanjut usia biasanya lebih tertarik pada pekerjaan yang statis dari pada pekerjaan yang bersifat dinamis dan menantang. Dampak yang mereka peroleh adalah pekerjaan yang memberi kepuasan pada dirinya walaupun pekerjaan itu jelas berbeda dengan pekerjaan orang yang lebih muda atau pekerjaan pada masa mudanya.

Stres yang dialami wanita pada dasarnya sama dengan yang dialami pria. Hanya saja wanita berkecenderungan lebih besar mengalami stres pada masa pramenopause dan menopause. Sedangkan pada pria, kecenderungan stres lebih besar pada saat memasuki pensiun. Hingga pada waktu seseorang akan diminta untuk pensiun dari pekerjaannya.

Secara umum, arti kata pensiun adalah seseorang yang sudah tidak bekerja lagi karena usianya sudah lanjut dan harus diperhentikan . Seseorang yang pensiun biasa mendapat uang pensiun atau pesangon. Jika mendapat pensiun, maka ia tetap mendapatkan semacam gaji sampai meninggal dunia.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pensiun . Mereka mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana individu tersebut telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Merekapun menerangkan batasan yang lebih jelas dan mengatakan bahwa pensiun adalah proses pemisahan seorang individu dari pekerjaannya, dimana dalam menjalankan perannya seseorang digaji. Dengan kata lain masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang, dari situasi kerja ke situasi di luar pekerjaan. Sedangkan berdasarkan pandangan psikologi perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan akhir pola hidup .

Transisi ini meliputi perubahan peran dalam lingkungan sosial, perubahan minat, nilai dan perubahan dalam segenap aspek kehidupan seseorang. Jadi seseorang yang memasuki masa pensiun, bisa merubah arah hidupnya dengan mengerjakan aktivitas lain, tetapi bisa juga tidak mengerjakan aktivitas tertentu lagi.

Masa pensiun ini dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang siap untuk menghadapinya. Pensiun akan memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, selain itu akan memutuskan rantai sosial yang sudah terbina dengan rekan kerja, dan yang paling vital adalah menghilangnya identitas diri seseorang yang sudah melekat begitu lama.

Bila ditinjau dari sisi lansia sebagai pribadi, peningkatan angka harapan hidup dengan sendirinya akan menyebabkan orang dapat hidup lebih lama atau lebih besar kemungkinan untuk menikmati hidup lebih panjang. Tetapi di sisi lain, banyak di antara mereka yang kehilangan aktivitasnya karena sudah harus pensiun. Ditinjau dari sudut pandang psikologis, pensiun menyebabkan seseorang akan mempertanyakan kembali “Siapa diriku?”. Hal ini dikenal dengan istilah konsep diri. Konsep diri adalah bagaimana kita melihat diri kita sebagaimana orang lain melihat kita. Prinsipnya adalah penilaian yang direfleksikan kembali.

Konsep diri merupakan hal yang penting artinya dalam kehidupan seseorang, karena konsep diri menentukan bagaimana seseorang bertindak dalam berbagai situasi. Masa pensiun bisa mempengaruhi konsep diri, karena pensiun menyebabkan seseorang kehilangan peran (role), identitas dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi harga diri mereka. Pensiun akan menyebabkan seseorang kehilangan perannya dalam masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi statusnya dan pada akhirnya bisa mempengaruhi konsep diri menjadi negatif. Akibat psikologis dari hal ini adalah nantinya akan mempengaruhi kesehatan mental seseorang, dan juga proses penyesuaian dirinya.

Pensiun sering kali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bias mendatangkan kepuasan ( karena uang, jabatan, dan memperkuat harga diri ). Oleh karena itu, sering kali terjadi orang yang pension bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya ada yang justru mengalami problem serius ( kejiwan ataupun fisik ). Individu yang melihat masa pension hanya dari segi finansial kurang bisa beradaptasi dengan baik dibandingkan dengan mereka yang dapat melihat masa pension sebagai masa di mana manusia beristirahat manikmati hasil jerih payahnya selama ini di masa tuanya.

Golongan pensiun sendiri terbagi menjadi kelompok yang optimis dan kelompok pesimis. Ada yang bahagia karena dapat menyelesaikan tugas dan pengabdiannya dengan “selamat” tanpa cela. Sebaliknya ada juga yang merasa khawatir akan kehidupan di masa yang akan datang.

Fase Penyesuaian Diri Pada Saat Pensiun
Penyesuaian diri pada saat pensiun merupakan saat yang sulit, dan terdapat tiga fase proses pensiun:

1.Preretirement phase (fase pra pensiun)
Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi yaitu remote dan near. Pada remote phase, masa pensiun masih dipandang sebagai suatu masa yang jauh. Biasanya fase ini dimulai pada saat orang tersebut pertama kali mendapat pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang terebut mulai mendekati masa pensiun. Sedangkan pada near phase, biasanya orang mulai sadar bahwa mereka akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Ada beberapa perusahaan yang mulai memberikan program persiapan masa pension.

2.Retirement phase (fase pensiun)
Masa pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 fase besar, dan dimulai dengan
tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini biasanya terjadi tidak lama setelah orang memasuki masa pensiun. Sesuai dengan istilah honeymoon (bulan madu), maka perasaan yang muncul ketika memasuki fase ini adalah perasaan gembira karena bebas dari pekerjaan dan rutinitas. Biasanya orang mulai mencari kegiatan pengganti lain seperti mengembangkan hobi. Kegiatan inipun tergantung pada kesehatan,
keuangan, gaya hidup dan situasi keluarga. Lamanya fase ini tergantung pada kemampuan seseorang. Orang yang selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya hidupnya tidak bertumpu pada pekerjaan, biasanya akan mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan kegiatan lain yang juga menyenangkan. 
Setelah fase ini berakhir maka akan masuk pada fase kedua yakni disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan mulai merasa depresi, merasa kosong. Untuk beberapa orang pada fase ini, ada rasa kehilangan baik itu kehilangan kekuasaan, martabat, status, penghasilan, teman kerja, aturan tertentu. 
Pensiunan yang terpukul pada fase ini akan memasuki reorientation phase, yaitu fase dimana seseorang mulai mengembangkan pandangan yang lebih realistik mengenai alternatif hidup. Mereka mulai mencari aktivitas baru. 
Setelah mencapai tahapan ini, para pensiunan akan masuk pada stability phase yaitu fase dimana mereka mulai mengembangkan suatu set kriteria mengenai pemilihan aktivitas, dimana mereka merasa dapat hidup tentram dengan pilihannya.
3.End of retirement (fase pasca masa pensiun)
Biasanya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai menggerogoti seseorang, ketidak-mampuan dalam mengurus diri sendiri dan keuangan yang sangat merosot. Peran saat seorang pensiun digantikan dengan peran orang sakit yang membutuhkan orang lain untuk tempat bergantung.

Post Power Syndrome
Post power syndrome banyak dialami oleh mereka yang baru saja menjalani masa pensiun. Istilah tersebut muncul untuk mereka yang mengalami gangguan psikologis saat memasuki waktu pensiun. Stres, depresi, tidak bahagia, merasa kehilangan harga diri dan kehormatan adalah beberapa hal yang dialami oleh mereka yang terkena post power syndrome . Antara pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power sindrome karena pada wanita umumnya lebih menghargai relasi dari pada prestise, prestise dan kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria.

Individu dengan tipe kepribadian A lebih rentan untuk mengalami stres, frustasi, merasa diremehkan ketika ia memasuki masa pensiunnya bila dibandingkan dengan individu dengan tipe kepribadian B. Tipe kepribadian A mempunyai tuntutan lebih dalam pekerjaan mereka dan berorientasi prestasi individu yang ambisius. Di sisi lain, mereka mudah marah dan terkadang bersikap agresif. Dalam menghadapi masa pensiun, mereka cenderung lebih sulit menerima keadaan karena pada masa produktifnya, mereka menghabiskan waktunya untuk bekerja bahkan saat luang sekalipun.

Sedangkan tipe kepribadian B, lebih rileks dan tenang. Pada masa produktifnya, mereka lebih memanfaatkan waktu luang yang ada untuk beristirahat sejenak. Mereka tidak merasa tertuntut oleh waktu yang terbatas dan tidak terlalu terpengaruh oleh situasi berkompetisi. Sehingga dalam menghadapi masa pension, mereka lebih bisa bersyukur dan menerima kenyataan. Mereka lebih memilih untuk berpikir positif dan menikmati masa pensiun mereka yang bisa dilakukan dengan melakukan hobinya, hidup santai bersama keluarga agar terhindar dari stres.

Ciri-ciri orang yang rentan menderita post power syndrome;
•Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
•Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain.
•Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala-galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.

Beberapa Gejala Post Power Syndrome ;
•Gejala fisik, misalnya menjadi jauh lebih cepat terlihat tua tampaknya dibandingkan waktu ia bekerja. Rambutnya didominasi warna putih (uban), berkeriput, dan menjadipemurung, sakit-sakitan, tubuhnya menjadi lemah
•Gejala emosi, misalnya cepat tersinggung kemudian merasa tidak berharga, ingin menarik diri dari lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi, dan sebagainya
•Gejala perilaku, misalnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat yang lain

Menghadapi Masa Pensiun yang Bahagia
1.Rencanakan masa pension beberapa bulan atau beberapa tahun sebelumnya dengan pikiran yang jernih dan tenang sehingga pengaturan keuangan di masa pension dapat direncanakan secara bersamaan.
2.Hadapi masa pensiun secara rileks. Ketegangan dan kecemasan tidak menjadikan segalanya menjadi lebih baik. Pengalaman dan keterampilan dapat digunakan untuk merencanakan masa depan
3.Gunakan waktu pensiun dengan sebaik-baiknya dan serileks mungkin. Lakukan kegiatan yang menjadi hobi seperti berkebun, olah raga, dan lainnya agar tidak merasa jenuh
4.Kurangi dan hilangkan kebiasaan buruk seperti merokok, mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi, junk food, dan meminum minuman beralkohol
5.Lakukanlah kegiatan sosial yang menarik dan mulailah meniti karir di kehidupan pasca-pensiun disertai optimisme bahwa hidup akan menjadi jauh lebih baik lagi dari sebelumnya
6.Hilangkan kesepian dan libatkan diri pada orang-orang terdekat
7.Jangan biarkan pesimisme mempengaruhi dan menguasai pikiran
8.Meningkatkan kegiatan-kegiatan yang dapat lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Berdoa, meditasi, dan lainnya akan membuat hidup terasa lebih damai dan tenang.

By Maria Clara Agustina
http://all-about-stress.com/2008/03/22/pensiun-stres-dan-bahagia/